Persyaratan Kepemilikan Rumah Hunian Untuk WNA
Pada prinsipnya Warga Negara Asing (WNA) diperbolehkan memiliki properti (dalam hal ini tanah dan bangunan) di Indonesia, namun dengan sejumlah persyaratan tertentu. Berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria, yang memuat aturan kepemilikan rumah di Indonesia dicantumkan bahwa WNA hanya diperbolehkan memiliki tanah dan bangunan di Indonesia dengan status Hak Pakai. Hal ini diperkuat dengan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1996 Pasal 1 dan 2 yang menyebutkan bahwa Warga Negara Asing yang berkedudukan di Indonesia dapat memiliki sebuah rumah untuk tempat tinggal atau hunian di atas bidang tanah Hak Pakai atas Tanah Negara yang dikuasai berdasarkan perjanjian dengan pemegang hak atas tanah yang dibuat dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Jika tanah dan bangunan yang akan dibeli oleh WNA tersebut masih berstatus Sertifikat Hak Milik atau Sertifikat Hak Guna Bangunan, maka harus diajukan dahulu perubahannya ke Kantor Badan Pertanahan setempat dengan dilengkapi persyaratan tertentu. Warga Negara Asing (WNA) yang berdomisili di Indonesia diperbolehkan memiliki satu rumah tinggal yang bisa berupa rumah yang berdiri sendiri atau rumah susun atau apartemen yang dibangun di atas tanah Hak Pakai, dengan ketentuan sebagai berikut :
- Rumah yang berdiri sendiri atau rumah susun atau apartemen dibangun di atas tanah Hak Pakai atas tanah negara atau tanah hak milik yang diberikan oleh pemegang hak tersebut dan dibuktikan dengan akta PPAT.
- Perjanjian pemberian Hak Pakai di atas tanah Hak Milik wajib dicatat dalam buku tanah dan sertifikat Hak Milik yang bersangkutan. Adapun jangka waktunya sesuai kesepakatan tetapi tidak boleh lebih dari 25 tahun. Jangka waktu Hak Pakai tersebut tidak dapat diperpanjang, namun dapat diperbaharui untuk jangka waktu 25 tahun atas dasar kesepakatan pada perjanjian baru dan WNA tersebut masih berdomisili di wilayah Indonesia.
- Bila WNA tersebut tidak lagi berdomisili di Indonesia, maka dalam jangka waktu 1 tahun wajib melepaskan dan mengalihkan hak atas tanah dan rumahnya kepada pihak lain yang memenuhi syarat.
- Namun apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan hak atas tanah belum dilepaskan, maka tanah beserta rumah yang dibangun di atasnya akan dilelang jika dibangun di atas Tanah Negara. Tapi jika di bangun dengan Hak Pakai di atas Hak Milik maka rumah tersebut akan menjadi milik pemegang Hak Milik.
Adapun cara kepemilikan rumah untuk tempat tinggal atau hunian untuk WNA adalah sebagai berikut :
- Membeli tanah Hak Pakai di atas tanah negara berikut rumah yang ada diatasnya dengan membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) untuk tanah dan bangunan tersebut sesuai ketentuan yang ada.
- Membeli tanah Hak Pakai atas Tanah Negara dengan membayar BPHTB tanah, kemudian membangun sendiri rumah di atas tanah tersebut, dengan syarat harus mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bangunan.
- Membeli Tanah Hak Pakai atas tanah Hak Milik dari pemegang Hak Milik dengan mengurus surat izin tertulis dari pemegang Hak Milik, berikut rumah yang dibangun di atasnya, lalu membayar BPHTB atas tanah dan bangunan tersebut.
- Membeli Tanah Hak Pakai atas tanah Hak Milik dengan mengurus surat izin tertulis dari pemegang Hak Milik dengan membayar BPHTB tanah, kemudian membangun sendiri rumah di atasnya dengan syarat mengurus IMB dan membayar PPN bangunan.
- Memperoleh Hak Pakai atas tanah Hak Milik dari pemegang hak milik berdasarkan perjanjian, berikut rumah yang ada diatasnya dengan membayar BPHTB tanah dan bangunan.
- Memperoleh Hak Pakai atas tanah Hak Milik dari pemegang Hak Milik berdasarkan perjanjian dengan membayar BPHTB tanah, kemudian membangun sendiri rumah di atasnya, dengan syarat mengurus IMB dan PPN Bangunan.
Untuk memperoleh Hak Pakai perseorangan bagi WNI atau WNA harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
- Formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani pemohon atau kuasanya di atas materai cukup.
- Surat kuasa (apabila dikuasakan).
- Fotocopy identitas (KTP/KK) pemohon dan kuasa apabila dikuasakan, yang telah dicocokkan aslinya oleh petugas.
- Fotocopy Surat Izin Tinggal Menetap (KIM) yang dikeluarkan oleh kantor imigrasi yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket.
- Bukti perolehan tanah atau hak.
- Surat pernyataan pemohon mengenai jumlah bidang dan status tanah yang telah dimiliki.
- Fotocopy SPPT PBB tahun berjalan yang dicocokkan aslinya oleh petugas.
- Bukti SSPD (BPHTB) dan bukti bayar uang pemasukan (pada saat pendaftaran hak).
- Bukti SSP/PPH sesuai ketentuan.
(Dirangkum dari berbagai sumber).